Brahmāti mātāpitaro pubbācariyāti vuccare āhuneyā ca puttānaṁ pajaya anukampakaIbu dan ayah disebut ‘Brahma’, ‘Guru awal’ dan ‘Pantas dipuja.’Karena penuh kasih sayang terhadap anak-anak mereka(Khuddaka Nikāya, Itivuttaka, Catukkanipāta, Sabrahmaka Sutta; dengan Brahma 106)
di dalam Aṅguttara Nikāya, kelompok dua, tentang ‘membalas budi orangtua’, Sang Buddha mengatakan, ”Kunyatakan, O, para bhikkhu, ada dua orang yang tidak pernah dapat dibalas budinya oleh seseorang. Siapakah yang dua itu? Ibu dan ayah. Bahkan, seandainya seseorang memikul ibunya ke mana-mana di satu bahunya dan memikul ayahnya di bahu yang lain, dan ketika melakukan ini dia hidup seratus tahun, mencapai usia seratus tahun; dan seandainya saja dia melayani ibu dan ayahnya dengan meminyaki mereka, memijit, memandikan, dan menggosok kaki tangan mereka, serta membersihkan kotoran mereka di sana, bahkan perbuatan itupun belum cukup untuk mereka, dia belum dapat membalas budi ibu dan ayahnya. Bahkan, seandainya saja dia mengangkat orangtuanya sebagai raja dan penguasa besar di dunia ini, yang sangat kaya dalam tujuh macam harta, dia belum berbuat cukup untuk mereka. Apakah alasan untuk hal ini? Karena orang tua berbuat banyak untuk anak mereka; mereka membesarkannya, memberi makan, dan membimbingnya melalui dunia ini.
Tetapi, O, para bhikkhu, seseorang yang mendorong orangtuanya yang tadinya tidak percaya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam keyakinan (saddhā); yang mendorong orangtuanya yang tadinya tidak bermoral, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam moralitas (sīla); yang mendorong orangtuanya yang tadinya kikir, membiasakan dan mengukuhkan mereka dalam kedermawanan (cagā); yang mendorong orangtuanya yang tadinya bodoh batinnya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam kebijaksanaan (paññā) – orang seperti itu, O, para bhikkhu, telah berbuat cukup untuk ibu dan ayahnya; dia telah membalas budi atas apa yang telah mereka lakukan.”
Orang tua menjadi awal tempat kita belajar.
referensi dari http://www.dhammacakka.org